Sabtu, 23 Mei 2015

Burung Elang dan Burung Gagak

Seekor burung Elang, dengan kekuatan sayapnya menyambar seekor anak domba dengan kukunya dan membawanya pergi jauh ke angkasa, seekor burung gagak melihat kejadian itu, dan terbayang dibenaknya sebuah gagasan bahwa dia mempunyai kekuatan untuk melakukan hal yang sama dengan burung elang tersebut. Dan dengan membuka sayapnya lebar-lebar kemudian terbang di udara dengan galaknya, dia meluncur kebawah dan dengan cepat menghamtam bagian punggung seekor domba, tetapi ketika dia mencoba untuk terbang kembali dia baru sadar kalau dia tidak bisa mengangkat domba tersebut dan dia tidak dapat terbang lagi karena kukunya telah terjerat pada bulu domba, walaupun dia mencoba untuk melepaskan dirinya, jeratan itu terlalu sulit untuk dilepaskan sehingga dia merasa putus ada dan tetap tinggal di atas punggung domba tersebut. Seorang pengembala yang melihat burung gagak itu mengibas-ngibaskan sayapnya berusaha melepaskan diri, pengembala itu menyadari apa yang telah terjadi, pengembala itupun berlari dan segera menangkap burung itu lalu mengikat dan mengurung burung gagak tersebut, setelah menjelang sore dia memberikan burung gagak itu kepada anak-anaknya di rumah untuk bermain. "Betapa lucunya burung ini!" mereka sambil tertawa, "ini disebut burung apa ayah?" "itu burung gagak, anakku. Tetapi jika kamu bertanya kepadanya, dia akan menjawab dia adalah dia seekor burung elang." Jangan biarkan kesombonganmu membuat kamu lupa diri akan kemampuanmu karya : Aesop

Bola Kristal

Dahulu kala, ada seorang wanita penyihir yang memiliki tiga anak yang saling menyayangi antara satu dengan yang lainnya sebagai saudara, tetapi wanita penyihir tua itu tidak mempercayai anaknya sendiri, dan berpikir bahwa ketiga anaknya ingin mencuri kekuatannya darinya. Penyihir itu lalu mengubah anak sulungnya menjadi burung elang, yang terpaksa tinggal di pegunungan berbatu, dan sering terlihat terbang melayang di langit. Yang kedua, disihir sehingga berubah menjadi seekor ikan paus yang hidup di laut dalam, dan terkadang terlihat di permukaan laut menyemburkan sebuah pancuran air yang besar di udara. Kedua anak ini masing-masing masih bisa berubah bentuk menjadi manusia selama dua jam setiap hari. Anak yang ketiga, karena takut bahwa ibunya yang penyihir ini akan mengubahnya menjadi seekor binatang buas, dengan diam-diam pergi meninggalkan ibunya. Saat itu, di pusat kerajaan, dia mendengar berita tentang seorang putri Raja yang disihir dan dipenjarakan di istana matahari, sedang menanti datangnya pertolongan. Mereka yang mencoba membebaskan sang Putri, mempertaruhkan nyawa mereka karena tugas untuk menyelamatkan sang Putri, tidaklah mudah. Sudah puluhan orang yang mencoba tetapi gagal, dan sekarang tidak ada orang yang berani untuk menyelamatkan sang Putri lagi. Si Putra Ketiga menguatkan hatinya untuk mencoba menyelamatkan sang Putri. Dia lalu melakukan perjalanan untuk mencari istana matahari itu dalam waktu yang cukup lama tanpa bisa menemukannya. Suatu ketika, dia tiba tanpa sengaja di sebuah hutan yang besar, dan menjadi tersesat. Tiba-tiba dia melihat di kejauhan, dua raksasa yang melambaikan tangan mereka kepadanya, dan ketika dia datang kepada raksasa tersebut, mereka berkata, "Kami bertengkar mengenai sebuah topi, siapa di antara kami yang berhak memilikinya, karena kami berdua sama kuatnya, tak ada satupun di antara kami yang lebih kuat dibandingkan yang lain. Manusia kecil lebih pandai dari kami, karena itu, kami menyerahkan keputusan kepada mu." "Bagaimana kamu bisa bertengkar hanya karena sebuah topi tua?" kata si Putra Ketiga. "Kamu tidak mengerti keajaiban topi itu! Itu adalah topi yang bisa mengabulkan keinginan kita; barang siapa yang memakainya, dan berharap untuk pergi ke tempat manapun dia mau, dalam sekejap dia akan tiba di tempat tersebut." "Berikanlah topi itu kepadaku," kata si Putra Ketiga, "Saya akan berdiri di sana, ketika saya memanggil kalian, kalian harus berlomba lari, dan topi ini akan menjadi milik orang yang lebih duluan tiba di sana." Dia lalu memakai topi tersebut lalu berjalan pergi, dan saat berjalan, si Putra Ketiga berpikir tentang sang Putri, melupakan para raksasa dan berjalan terus. Akhirnya dia mendesah dalam hatinya dan bersedih, "Ah, jika saja saya bisa tiba di istana matahari," tiba-tiba si Putra Ketiga sudah berdiri di sebuah gunung yang tinggi tepat di depan pintu gerbang istana matahari. Dia lalu masuk dan memeriksa semua kamar, saat sampai pada kamar terakhir dia menemukan putri Raja. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat wajah sang Putri. Wajahnya pucat abu-abu penuh keriput, mata rabun, dan berambut merah." Apakah kamu adalah putri raja, yang kecantikannya terkenal di seluruh pujian dunia?" tanyanya. "Ah," jawabnya," ini bukan bentuk saya yang sebenarnya, mata manusia hanya bisa melihat saya dalam keadaan buruk rupa ini, tetapi kamu mungkin bisa melihat bentuk saya yang sebenarnya, lihat melalui cermin ini, karena cermin ini tidak akan salah dan akan menampilkan wajah saya yang sebenarnya." Dia lalu memberinya cermin yang di pegangnya, dan saat si Putra Ketiga melihat bayangan di dalam cermin, dilihatnya wajah yang paling cantik di seluruh penjuru dunia, dan dia juga melihat butiran air mata yang bergulir di pipi sang Putri. Lalu si Putra Ketiga bertanya, "Bagaimana kamu dapat dibebaskan ? Aku tidak takut akan mara bahaya. Bola kristal ajaibSang Putri berkata, "Dia yang mendapatkan bola kristal, dan mengacungkannya kehadapan penyihir, akan menghancurkan kekuatan sihirnya dengan bola kristal itu, dan saya akan kembali ke bentuk sejati saya. "Ah," dia menambahkan, "sudah banyak yang mencoba dan gagal, kamu begitu muda, saya sangat sedih karena kamu harus menghadapi bahaya yang begitu besar." "Tidak ada yang bisa mencegah saya melakukannya," kata si Putra Ketiga, "coba katakan padaku apa saja yang harus kulakukan." "Kamu harus tahu semuanya," kata sang Putri," ketika kamu menuruni gunung di mana istana ini berdiri, kamu akan menemukan seekor banteng liar di dekat sebuah mata air, dan kamu harus berkelahi dengan banteng itu, dan jika kamu bisa membunuhnya, seekor burung yang berapi-api akan muncul yang membawa sebuah telur yang membara, dan sebuah bola kristal terletak di dalam telur tersebut. burung itu tidak akan membiarkan telur tersebut terlepas kecuali dipaksa untuk melakukannya, dan saat telur itu jatuh di tanah, semuanya akan menyala dan membakar segala sesuatu yang berada dekat telur tersebut, dan dengan bola kristal semua masalahmu akan terselesaikan." Pemuda itu lalu pergi ke mata air, di mana seekor banteng liar mendengus dan berteriak marah padanya. Setelah melalui perjuangan yang panjang, si Putra Ketiga berhasil menusukkan pedangnya ke tubuh hewan itu yang akhirnya jatuh mati. Seketika itu juga, seekor burung api muncul dan hendak terbang, tapi kakak si Putra Ketiga yang berubah bentuk menjadi elang, menukik turun, mengejar burung api tersebut sampai ke laut, dan memukul dengan paruhnya sampai sang Burung Api melepaskan telur yang dipegangnya. Telur tersebut tidak jatuh ke laut, tetapi ke sebuah gubuk nelayan yang berdiri di tepi pantai dan gubuk itu langsung terbakar api. Lalu tiba-tiba muncullah gelombang laut setinggi rumah, menerjang gubuk tersebut hingga seluruh api menjadi padam. Ternyata, saudara lain si Putra Ketiga yang menjadi ikan paus, yang telah mendorong dan menciptakan gelombang laut tersebut. Ketika api itu padam, si Putra Kegita mencari telur itu dan menjadi sangat bahagia saat menemukannya. Kulit telur tersebut menjadi retak dan pecah akibat suhu panas yang tiba-tiba berubah menjadi dingin saat tersiram air, sehingga bola kristal di dalamnya dapat diambil oleh si Putra Ketiga. Ketika pemuda pergi menghadap ke si Penyihir dan mengacungkan bola kristal itu di hadapannya, si Penyihir berkata, "kekuatan sihir saya telah hancur, dan mulai dari saat ini, kamulah yang menjadi raja di istana matahari. Dengan bola kristal itu juga, kamu telah mengembalikan bentuk saudara-saudara-mu ke bentuk manusia seperti semula." Si Putra Ketiga pun bergegas menemui sang Putri, dan ketika dia memasuki ruangan, dia mendapati sang Putri berdiri di sana dengan segala kecantikan dan keindahannya, dan tidak lama, merekapun menikah dan hidup berbahagia selamanya. karya : Brothers Grimm

Biji Pohon Oak Dan Labu

Semua yang diciptakan oleh Tuhan adalah sempurna, untuk membuktikannya saya tidak perlu mengelilingi dunia untuk mencarinya, Saya dapat menemukan kesempurnaan itu di dalam sebuah labu. Orang desa yang sedang berpikir tentang batang labu yang kecil dan kurusSeorang petani yang tinggal di desa suatu saat berpikir tentang besarnya sebuah labu dan kecilnya batang dimana labu tersebut tumbuh. "Apa yang Tuhan pikirkan kira-kira ya?" katanya pada diri sendiri. "Tuhan mungkin menumbuhkan labu tersebut di batang yang kurang sesuai. Seandainya saya yang menciptakan labu ini, saya akan menumbuhkan dan menggantungnya di pohon oak. Seharusnya disanalah tempat yang tepat. Buah yang besar, sepantasnya berasal dari pohon yang besar! sayang sekali!" katanya kepada diri sendiri, "Sebagai contoh, biji pohon oak ini, yang sekecil jari tangan saya, seharusnya di gantungkan pada batang labu yang kurus ini." Karena terlalu banyak berpikir dan berangan-angan, petani tersebut menjadi mengantuk dan berbaring di bawah pohon Oak, dan tidak berapa lama kemudian, dia tertidur dengan pulas. Saat itulah sebuah biji pohon oak jatuh tepat di atas hidungnya. Petani itu terkejut dan terbangun dari tidurnya sambil mengusap hidungnya yang kesakitan dan mengeluarkan darah. "Aduh.. aduh..!" teriaknya, "Hidungku berdarah, bagaimana seandainya sesuatu yang lebih berat jatuh dari pohon ini dan menimpa kepala saya; bagaimana seandainya biji pohon oak ini adalah sebuah labu? Saya tadinya meragukan ciptaanNya, sekarang saya telah mengerti semuanya dengan sempurna." Lalu sang Petani itupun memuji dan bersyukur kepada Tuhan sambil berjalan pulang ke rumahnya. karya : Jean de La Fontaine

Bangau dan Rubah Makan Bersama

"Kamu harus datang dan menikmati makan siang bersamaku hari ini," kata sang Rubah kepada sang Bangau, sambil tersenyum-senyum karena memikirkan gurauan yang akan diperbuat olehnya. Sang Bangau dengan senang menerima undangan dari sang Rubah dan datang pada siang hari itu. Untuk makan siang, sang Rubah menyiapkan sup yang disajikan pada piring yang sangat ceper dan hampir datar, sehingga sang Bangau tidak bisa menikmati sup tersebut, hanya ujung paruhnya saja yang bisa menyentuh air sup. Tak setetes sup yang bisa di minumnya, sedangkan sang Rubah menjilati sup tersebut dengan gampangnya sambil tertawa-tawa hingga sang Bangau menjadi sangat kecewa karena telah dipermainkan. Sang Bangau yang lapar dan merasa tidak senang, tetap berusaha untuk tenang. Lalu kemudian sang Bangau balas mengundang sang Rubah untuk makan siang keesokan hari di rumahnya.
Keesokan hari, tepat pada saat makan siang, sang Rubah tiba di rumah sang Bangau yang menyediakan ikan yang sangat lezat sebagai menunya, tetapi ikan tersebut di sajikan dalam sebuah guci tinggi yang mempunyai mulut guci yang sempit. Sang Bangau dengan gampang memakan ikan tersebut dengan paruhnya yang panjang sedangkan sang Rubah hanya bisa menjilati pinggiran guci sambil mencium lezatnya makanan yang tersaji. Saat sang Rubah menjadi marah, dengan tenangnya sang Bangau berkata: Jangan mempermainkan orang karena kamu sendiri pasti tidak suka untuk dipermainkan. karya : Aesop

Jumat, 22 Mei 2015

Harimau, Petapa, dan Anjing Hutan yang cerdik

Suatu masa, seekor harimau terperangkap dalam satu perangkap kandang. Harimau tersebut mencoba dengan sia-sia untuk lolos dari tiang-tiang besi kandang dan berguling-guling dalam keadaan marah dan sedih ketika gagal lepas dari perangkap. Kebetulan saat itu lewatlah seorang petapa. "Lepaskan saya dari kurungan ini, oh petapa yang saleh!" teriak sang Harimau. "Tidak, temanku," balas Petapa secara halus, "Kamu mungkin akan memangsa saya jika saya melakukannya." "Tidak akan!" sumpah sang Harimau; "sebaliknya, Saya akan sangat berterima kasih sekali dan akan menjadi budakmu!" Setelah sang Harimau menangis dan mengeluh sambil menggerutu, hati petapa menjadi lunak dan akhirnya membuka pintu kandang. Melompatlah sang Harimau keluar, menerjang petapa yang sial, lalu berteriak, "Betapa bodohnya kamu! Tak ada yang bisa menghalangi saya untuk memangsa kamu sekarang, apalagi saya sangat lapar sekali!" Petapa dan Harimau yang dilepaskan dari kandang Dengan ketakutan sang Petapa memohon agar dibiarkan hidup; akhirnya sang Petapa berjanji akan bertanya kepada tiga mahluk tentang keadilan dan Petapa itu juga berjanji akan memenuhi keputusan yang diberikan oleh tiga mahluk tersebut. Jadilah Petapa itu bertanya kepada sebuah pohon yang besar tentang hal keadilan, dan sang Pohon menjawab dengan dingin, "Apa yang kamu keluhkan? Saya memberikan keteduhan dan tempat bernaung bagi semua yang lewat, dan mereka membalas ku dengan mematahkan cabang-cabangku untuk dimakankan ke ternak mereka? Jangan cengeng, bertindaklah seperti laki-laki!" Kemudian petapa dengan hati sedih, melihat seekor sapi yang menarik gerobak dan bertanya tentang keadilan, "Kamu sangat bodoh karena mengharapkan terima kasih! Lihat saja saya! Dulunya saat saya memberikan mereka susu, mereka memberikan saya makanan yang enak, tetapi saat saya tidak lagi bisa memberikan susu, saya dipaksa menarik gerobak dan bajak, dan tidak lagi mendapatkan makanan lezat!" Petapa yang sedih lalu bertanya kepada sebuah jalan. "Tuan," kata sang Jalan, "betapa bodohnya engkau mengharapkan hal-hal yang tidak mungkin! Lihatlah saya, sangat berguna ke semua orang, kaya, miskin, besar, kecil, tetapi mereka tidak memberikan saya apa-apa selain debu dan kotoran!" Akhirnya petapa ini berbalik untuk kembali dan di tengah jalan dia bertemu dengan seekor anjing hutan yang bertanya, "Ada masalah apa tuan Petapa? Anda terlihat sangat sedih seperti ikan kehilangan air!" Petapa lalu menceritakan segala hal yang terjadi. "Sungguh membingungkan!" kata sang Anjing Hutan, maukah anda mengulang cerita anda kembali, karena segalanya campur aduk?" Lalu Petapa mengulangi ceritanya kembali, dan sang Anjing Hutan masih menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mengerti. "Sangat aneh," katanya, "tetapi mari kita ke tempat kejadian, mungkin saya bisa memberikan penilaian." Berdua mereka menuju ke tempat kejadian di mana saat itu sang Harimau sudah menunggu. "Kamu pergi terlalu lama!" teriak sang Harimau, "tapi sekarang saya akhirnya bisa memulai makan siangku." Petapa menjadi ketakutan dan memohon. "Tunggu sebentar, tuanku!" kata sang Petapa, "saya harus menjelaskan sesuatu ke Anjing Hutan ini tentang kejadian tadi." Sang Harimau setuju dan ikut mendengarkan penjelasan Petapa ke Anjing Hutan. "Oh, bodohnya saya!" teriak Anjing Hutan, "Jadi sang Petapa di dalam kandang, dan sang Harimau kebetulan lewat...." "Puuuh!" potong sang Harimau, "bodohnya kamu! Saya yang berada dalam kandang" "Tentu saja!" kata Anjing Hutan, berpura-pura gemetar ketakutan; "Ya! Saya berada dalam kandang - tidak - duh, bodohnya saya? Coba saya lihat lagi - Harimau ada di dalam Petapa, dan sebuah kandang kebetulan berjalan lewat - tidak - sepertinya tidak begitu! duh, saya tidak akan pernah bisa mengerti!" "Kamu bisa mengerti!" jawab sang Harimau sambil marah karena kebodohan Anjing Hutan. "Saya yang berada dalam kandang - apakah kamu mengerti?" tanya Harimau. "Bagaimana anda bisa berada dalam kandang, tuan Harimau?" tanya Anjing Hutan kembali. "Bagaimana? cara biasa saja tentunya!" jawab Harimau. "Kepalaku mulai pusing!, Jangan marah tuanku, tetapi yang anda maksud cara biasa itu bagaimana?" tanya Anjing Hutan. Harimau menjadi kehilangan kesabaran dan melompat masuk ke dalam kandang, lalu berteriak, "Cara begini! Apakah kamu mengerti sekarang?" "Mengerti dengan jelas!" jawab Anjing Hutan sambil tersenyum dan menutup pintu kandang rapat-rapat, "menurut saya, sebaiknya anda tetap berada di dalam kandang itu!" Sang Petapa saat itu berterima kasih sekali kepada Anjing Hutan atas bantuan dan kecerdikannya. karya : Joseph Jacobs

Bab Hutan Dan Rubah

Seekor babi hutan sedang sibuk mengasah taringnya pada sebuah batang pohon. Bertepatan dengan saat itu, secara kebetulan lewatlah seekor rubah. Rubah yang suka mengolok-olok teman-teman dan tetangganya, langsung mengoloknya dengan berpura-pura melihat kesana-kemari, seolah-olah takut pada musuh yang tidak terlihat. Tetapi sang Babi Hutan tidak memperdulikan tingkah sang Rubah dan tetap melanjutkan pekerjaannya. "Mengapa engkau melakukan hal tersebut?" kata sang Rubah dengan senyum mengejek. "Saya tidak melihat ada musuh dan bahaya di sini." "Kamu benar, memang sekarang tidak ada musuh dan bahaya yang mengancam" jawab sang Babi Hutan, "tetapi ketika musuh benar-benar datang, saya tidak akan sempat mengasah taring saya lagi seperti sekarang. Saat musuh dan bahaya datang ke sini nantinya, setidak-tidaknya saya telah memiliki senjata untuk menghadapinya." Selalulah siap siaga dan waspada. karya : Aesop

Ayam Yang Berkelahi dan Burung Elang

Di suatu daerah pertanian, hiduplah dua ekor ayam jantan yang saling bermusuhan dan sering berkelahi antara keduanya. Pada suatu hari, mereka memulai pertengkaran dan kembali berkelahi, saling mematuk dan mencakar. Mereka berkelahi terus hingga salah satunya di kalahkan dan lari menjauh ke sudut untuk bersembunyi. Ayam jantan yang memenangkan perkelahian itu dengan bangganya terbang ke atas atap kandang, dan mengkepak-kepakkan sayapnya, berkokok dengan sangat bangga dan kerasnya seolah-olah dia ingin memberi tahukan ke seluruh dunia tentang kemenangannya. Tetapi saat itu seekor burung elang yang terbang di udara mendengar dan akhirnya melihat ayam tersebut di atas atap. Burung elang tersebut akhirnya turun dan menyambar dan menerkam ayam jantan yang jadi pemenang tadi untuk dibawa ke sarangnya. Ayam yang satunya yang tadinya dikalahkan, melihat seluruh kejadian itu dan keluar dari tempat persembunyiannya dan mengambil tempat sebagai pemenang di perkelahian tadi. Rasa sombong menyebabkan kejatuhan karya : Aesop

Anjing Dan Bayangannya

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya. Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya. Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah karya : Aesop

Ayam Jantan yang Cerdik dan Rubah yang Licik

Suatu senja saat matahari mulai tenggelam, seekor ayam jantan terbang ke dahan pohon untuk bertengger. Sebelum dia beristirahat dengan santai, dia mengepakkan sayapnya tiga kali dan berkokok dengan keras. Saat dia akan meletakkan kepalanya di bawah sayap-nya, mata nya menangkap sesuatu yang berwarna merah dan sekilas hidung yang panjang dari seekor rubah. "Sudahkah kamu mendengar berita yang bagus?" teriak sang Rubah dengan cara yang sangat menyenangkan dan bersemangat. "Kabar apa?" tanya sang Ayam Jantan dengan tenang. Tapi dia merasa sedikit aneh dan sedikit gugup, karena sebenarnya sang Ayam takut kepada sang Rubah. "Keluargamu dan keluarga saya dan semua hewan lainnya telah sepakat untuk melupakan perbedaan mereka dan hidup dalam perdamaian dan persahabatan mulai dari sekarang sampai selamanya. Cobalah pikirkan berita bagus ini! Aku menjadi tidak sabar untuk memeluk kamu! Turunlah ke sini, teman, dan mari kita rayakan dengan gembira." "Bagus sekali!" kata sang Ayam Jantan. "Saya sangat senang mendengar berita ini." Tapi sang Ayam berbicara sambil menjinjitkan kakinya seolah-olah melihat dan menantikan kedatangan sesuatu dari kejauhan. "Apa yang kau lihat?"tanya sang Rubah sedikit cemas. "Saya melihat sepasang Anjing datang kemari. Mereka pasti telah mendengar kabar baik ini dan -" Tapi sang Rubah tidak menunggu lebih lama lagi untuk mendengar perkataan sang Ayam dan mulai berlari menjauh. "Tunggu," teriak sang Ayam Jantan tersebut. "Mengapa engkau lari? sekarang anjing adalah teman-teman kamu juga!" "Ya,"jawab Fox. "Tapi mereka mungkin tidak pernah mendengar berita itu. Selain itu, saya mempunyai tugas yang sangat penting yang hampir saja saya lupakan." Ayam jantan itu tersenyum sambil membenamkan kepalanya kembali ke bawah bulu sayapnya dan tidur, karena ia telah berhasil memperdaya musuhnya yang sangat licik. Penipu akan mudah untuk ditakut-takuti.

Angsa Dan Telur Emas

Dahulu kala, ada seorang petani yang memiliki seekor angsa yang sangatlah cantik, dimana setiap hari ketika petani tersebut mendatangi kandang angsa, sang Angsa telah menelurkan sebuah telur emas yang berkilauan. Petani tersebut mengambil dan membawa telur-telur emas tersebut ke pasar dan menjualnya sehingga dalam waktu yang singkat petani tersebut mulai menjadi kaya. Tetapi tidak lama kemudian keserakahan dan ketidak-sabaran petani itu terhadap sang Angsa muncul karena sang Angsa hanya memberikan sebuah telur setiap hari. Sang Petani merasa dia tidak akan cepat menjadi kaya dengan cara begitu. Suatu hari, setelah menghitung uangnya, sebuah gagasan muncul di kepala petani, gagasan bahwa dia akan mendapatkan semua telur emas sang Angsa sekaligus dengan cara memotong sang Angsa. Tetapi ketika gagasan tersebut dilaksanakan, tidak ada sebuah telur yang dapat dia temukan, dan angsanya yang sangat berharga terlanjur mati dipotong. Barang siapa yang telah memiliki sesuatu dengan berlimpah, tetapi serakah dan menginginkan yang lebih lagi, akan kehilangan semua yang dimilikinya. karya :Aesop

Anderocles Dan Seekor Singa

Dahulu kala di Kota Roma, hiduplah seorang budak bernama Androcles yang melarikan diri dari majikannya dan menyembunyikan diri di dalam hutan. Dia berjalan tak tentu arah di hutan tersebut cukup lama, hingga dia merasa kelelahan dan kelaparan serta mulai berputus asa. Sesaat kemudian, dia mendengar suara seekor singa di dekatnya yang mengaum dengan keras. Androcles yang kelelahan, bangkit dan bergegas untuk pergi karena rasa takutnya kepada singa, tetapi saat dia berjalan menembus semak-semak dia tersandung pada akar pohon dan terjatuh. Ketika dia mencoba untuk bangkit kembali, dia melihat seekor singa yang sangat besar datang ke arahnya, berjalan terpincang-pincang dengan tiga kakinya sambil mengangkat satu kakinya ke depan. Androcles yang malang menjadi putus asa karena dia tidak memiliki kekuatan lagi untuk bangkit dan melarikan diri pada saat sang singa besar berjalan menuju ke arahnya. Ketika hewan besar itu tiba di depannya, Androcles ketakutan setengah mati. Akan tetapi singa tersebut tidak menyerangnya, dan hanya mengeluh serta mendesah sambil menatap Androcles. Androcles berusaha mencabut duri dari kaki singaAndrocles pun melihat bahwa kaki kanan yang dijulurkan oleh sang Singa, berlumuran darah dan bengkak. Androcles mencoba melihat lebih dekat, dan saat itu dia melihat sebuah duri besar tertusuk pada kaki kanan sang Singa. Androcles mengumpulkan keberanian dan menarik keluar duri yang menusuk cakar singa, yang saat itu langsung meraung dengan keras karena kesakitan. Tetapi tidak lama setelah itu, sepertinya sang Singa menjadi lebih lega dan tenang, bahkan sang Singa pun menggosok-gosokkan kepala dan badannya ke Androcles sebagai tanda kasih sayang dan terima kasih. Apa yang ditakutkan oleh Androcles menjadi sirna, sang Singa bukan hanya tidak memangsa dirinya, tetapi dalam waktu tidak berapa lama, singa tersebut pergi dan kembali sambil membawa rusa muda yang berhasil ditangkapnya ke hadapan Androcles, sehingga Androcles bisa mendapatkan makanan di saat itu. Untuk beberapa waktu, sang Singa terus membawa hewan hutan yang dimangsanya untuk Androcles yang semakin hari semakin akrab dengan hewan besar tersebut. Namun suatu hari, sejumlah prajurit memasuki hutan dan menemukan Androcles. Ketika itu, dia ia tidak dapat menjelaskan apa yang dia perbuat di dalam hutan. Para prajurit tersebut menahan Androcles, dan membawanya kembali ke kota di mana dia melarikan diri. Di sanalah tuannya mengenali dia dan membawanya ke depan pihak berwenang. Dia pun dijatuhi hukuman mati karena telah melarikan diri dari majikannya. Pada zaman tersebut, telah menjadi kebiasaan bagi bangsa Roma untuk memasukkan tahanan yang akan dihukum mati, seperti para pembunuh dan penjahat lainnya, ke dalam suatu arena besar bersama dengan seekor singa, sehingga di saat para penjahat menerima hukuman matinya di arena, masyarakat bisa menonton pertarungan antara mereka dan binatang buas tersebut. Androcles juga dijatuhi hukuman mati, dan akan tempatkan di arena tarung beserta seekor singa. Pada hari yang telah ditentukan, dia pun ditempatkan di arena sendirian dan hanya berbekal tombak untuk melindungi dirinya dari dari serangan singa yang buas. Kaisar yang berada di barisan kursi untuk kalangan istana, memberikan sinyal untuk melepaskan singa dan memulai pertarungan. Saat sang Singa keluar dari kandangnya dan mendekati Androcles, apa yang terjadi? Bukannya sang Singa melompat ke atasnya untuk menerkam, tetapi sang Singa malah menunjukkan sikap hormat kepadanya, menggosok-gosokkan kepalanya pada Androcles yang dengan segera membelai kepala sang Singa. Ternyata singa tersebut adalah singa yang pernah bertemu dengan Androcles di dalam hutan. Kaisar yang terkejut melihat perilaku aneh dari sang Singa, memanggil Androcles untuk datang kepadanya dan bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi, sehingga singa yang terkenal ganas, menjadi jinak di hadapan Androcles. Androcles pun menceritakan semua yang telah terjadi terhadapnya kepada sang Kaisar, dan bagaimana singa itu menunjukkan rasa terima kasihnya setelah dia mencabut duri yang menusuk di telapak kakinya. Sang Kaisar pun mengampuni Androcles dan memerintahkan majikan Androcles untuk membebaskan Androcles dari perbudakan, sementara sang Singa pun dibawa kembali ke hutan untuk dilepaskan sehingga sang Singa bisa menikmati kebebasannya kembali. Mengapa Kita Mengantuk Sesudah Makan Siang? Jam-jam setelah makan siang, biasanya adalah masa-masa yang paling susah dilewati. Walaupun malam sebelumnya kita sudah cukup tidur, tetap saja kita merasa mengantuk. Ada dua hal yang menyebabkan kita merasa ingin tidur siang1. L-TryptophanL-Tryptophan.... Bagaimana terjadinya awan? Panas dari matahari akan menyebabkan air dilaut, sungai dan danau menguap. Uap air yang hangat tersebut akan bergerak naik keatas, dan saat uap tersebut naik, uap air mulai menjadi dingin. Hasilnya, uap air tersebut mulai berkondensasi membentuk kembali butiran-butiran.... Kenapa HP Disebut Telepon Seluler? HP (handphone) atau biasa disebut ponsel (telepon seluler) bekerja dengan mengandalkan sinyal yang dipancarkan dari sebuah pemancar dengan frekuensi tertentu. Untuk membagi-bagi daerah agar terdapat frekuensi yang merata pada daerah tersebut maka sebuah daerah atau kota....

Anak Pengembala Dan Serigala

Seorang anak gembala selalu menggembalakan domba milik tuannya dekat suatu hutan yang gelap dan tidak jauh dari kampungnya. Karena mulai merasa bosan tinggal di daerah peternakan, dia selalu menghibur dirinya sendiri dengan cara bermain-main dengan anjingnya dan memainkan serulingnya. Suatu hari ketika dia menggembalakan dombanya di dekat hutan, dia mulai berpikir apa yang harus dilakukannya apabila dia melihat serigala, dia merasa terhibur dengan memikirkan berbagai macam rencana. Anak Penggembala dan SerigalaTuannya pernah berkata bahwa apabila dia melihat serigala menyerang kawanan dombanya, dia harus berteriak memanggil bantuan, dan orang-orang sekampung akan datang membantunya. Anak gembala itu berpikir bahwa akan terasa lucu apabila dia pura-pura melihat serigala dan berteriak memanggil orang sekampungnya datang untuk membantunya. Dan anak gembala itu sekarang walaupun tidak melihat seekor serigala pun, dia berpura-pura lari ke arah kampungnya dan berteriak sekeras-kerasnya, "Serigala, serigala!" Seperti yang dia duga, orang-orang kampung yang mendengarnya berteriak, cepat-cepat meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari ke arah anak gembala tersebut untuk membantunya. Tetapi yang mereka temukan adalah anak gembala yang tertawa terbahak-bahak karena berhasil menipu orang-orang sekampung. Beberapa hari kemudian, anak gembala itu kembali berteriak, "Serigala! serigala!", kembali orang-orang kampung yang berlari datang untuk menolongnya, hanya menemukan anak gembala yang tertawa terbahak-bahak kembali. Pada suatu sore ketika matahari mulai terbenam, seekor serigala benar-benar datang dan menyambar domba yang digembalakan oleh anak gembala tersebut. Dalam ketakutannya, anak gembala itu berlari ke arah kampung dan berteriak, "Serigala! serigala!" Tetapi walaupun orang-orang sekampung mendengarnya berteriak, mereka tidak datang untuk membantunya. "Dia tidak akan bisa menipu kita lagi," kata mereka. Serigala itu akhirnya berhasil menerkam dan memakan banyak domba yang digembalakan oleh sang anak gembala, lalu berlari masuk ke dalam hutan kembali. Pembohong tidak akan pernah di percayai lagi, walaupun saat itu mereka berkata benar. karya : Aesop

Anak Kecil Dan Toples Kacang

Seorang anak laki-laki diijinkan oleh ibunya untuk memasukkan tangannya ke dalam sebuah toples dan mengambil kacang yang ada di dalamnya. Dan anak laki-laki itu memasukkan tangannya ke dalam toples untuk mengambil kacang, tetapi karena anak laki-laki itu mengambil kacang tersebut dengan genggaman yang sangat besar, dia tidak dapat menarik tangannya keluar, dan disana dia berdiri terus, tidak rela untuk melepaskan sebiji kacangpun dari genggamannya karena dia ingin mengambil semuanya sekaligus. Karena rasa penasaran dan kecewa dia mulai menangis. "Putraku," kata ibunya ,"Ambillah kacang tersebut setengah genggam saja, sehingga kamu akan lebih mudah mengeluarkan tanganmu dari toples tersebut, dan mungkin kamu akan bisa memiliki lebih banyak kacang lagi jika kamu mengambilnya berulang-ulang." Jangan mengerjakan sesuatu yang terlalu banyak sekaligus. karya : Aesop

Anak Gembala Yang Bijaksana

Dahulu kala, ada seorang gembala kecil yang terkenal sampai jauh dimana-mana karena bisa memberi jawaban yang bijaksana atas semua pertanyaan yang diberikan kepadanya. Kabar tersebut sampai ke telinga Raja di kerajaan itu, tetapi sang Raja sendiri kurang percaya dengan apa yang orang kabarkan tentang gembala kecil itu, karena itu, anak gembala tersebut diperintahkan untuk datang dan menghadap ke istana. Ketika dia tiba, Raja berkata kepadanya: "Jika kamu dapat memberikan jawaban dari tiga pertanyaan yang akan saya berikan kepadamu, aku akan menganggap kamu sebagai anak saya sendiri, dan kamu akan hidup berbahagia dengan saya di istanaku." "Apakah ketiga pertanyaan itu, paduka?" tanya anak gembala itu. "Yang pertama adalah, berapa banyak tetesan air yang ada di laut?" "Tuanku Paduka," jawab anak gembala, "hentikanlah semua tetesan air yang ada di bumi sehingga tidak ada satu tetespun yang akan masuk ke laut sebelum saya menghitungnya, dan saat itu, saya akan memberitahu Paduka berapa banyak tetesan yang ada di laut!" "Pertanyaan kedua," kata Raja, "Berapa banyak bintang yang ada di langit?" "Beri aku selembar kertas besar," kata anak itu, kemudian ia membuat begitu banyak lubang dengan sebuah jarum sehingga terlalu banyak dan tidak memungkinkan untuk dihitung. Saat selesai si Anak Gembala berkata : "Jumlah bintang yang ada di langit sama banyaknya dengan lubang yang ada di kertas ini, adakah yang mampu menghitungnya?" Tapi tak seorang pun bisa menghitungnya. Kemudian Raja berkata lagi "Pertanyaan ketiga adalah, berapa detik yang ada dalam keabadian" "Di kerajaan ini, terletak gunung adamantine, satu mil tingginya, satu mil lebarnya, dan satu mil dalamnya, dan tiap seribu tahun, seekor burung datang untuk menggosok paruhnya ke gunung tersebut, dan, saat seluruh gunung telah di gosok oleh sang Burung, maka detik pertama dari keabadian pun berlalu." "Kamu telah menjawab tiga pertanyaan saya secara bijak," kata sang Raja, "dan untuk selanjutnya kamu akan hidup bersama saya di istana, dan saya akan memperlakukan kamu sebagai anak saya sendiri."

Peramal Bintang

Dahulu kala hiduplah seorang tua yang dipercaya bisa meramal masa depan dengan melihat susunan bintang-bintang di langit. Dia menyebut dirinya sebagai seorang ahli perbintangan (astrologer) dan menghabiskan waktunya setiap malam dengan memandangi langit. Suatu malam saat dia berjalan di sebuah jalan di pinggiran desa. Matanya menerawang memandangi bintang di atas langit. Dia mulai memperkirakan dan meramalkan apa yang akan terjadi di masa depan dari susunan bintang yang dilihatnya, dan saat itu juga tiba-tiba dia jatuh terperosok ke dalam lubang yang berisikan lumpur dan air. Di lubang tersebut, sang Ahli Perbintangan tenggelam oleh lumpur sampai sebatas telinganya, dan dengan panik Dia berusaha untuk menggapai pinggiran lubang agar dapat memanjat keluar. Dia lalu berteriak-teriak minta tolong dalam keadaan panik dan dalam waktu yang singkat orang-orang desa berlarian untuk datang menolong dan menariknya keluar dari lubang. Salah seorang diantaranya lalu berkata: "Kamu selalu berpura-pura bisa membaca masa depan dengan melihat bintang-bintang, tapi kamu gagal untuk melihat apa yang ada di bawah kakimu! Mungkin kejadian hari ini akan menjadi pelajaran agar kamu lebih memperhatikan apa yang ada di depanmu, dan membiarkan masa depan berjalan dengan sendirinya." "Apa gunanya dapat membaca bintang-bintang," kata yang lainnya, "apabila kamu sendiri tidak bisa melihat apa yang terjadi di dunia?" Urus dan perhatikanlah hal-hal yang kecil, sehingga dengan sendirinya hal-hal yang besar juga akan berjalan dengan baik. karya : Aseop

Urashima Taro dan Penyu Laut

Urashima Taro, yang dalam bahasa Jepang berarti "Anak laki-laki dari pulau," adalah anak satu-satunya dan merupakan kesayangan dari seorang nelayan tua dan istrinya. Dia sangat baik, muda dan kuat, dia dapat berlayar dengan perahu jauh lebih pandai dari orang-orang yang tinggal di tepi pantai rumahnya. Dia sering berlayar jauh ke tengah laut, dimana para tetangganya sering memperingati orangtuanya bahwa mungkin suatu saat dia akan pergi terlalu jauh ke laut dan tidak pernah kembali lagi. Orangtuanya tahu akan hal ini, bagaimanpun juga, mereka mengerti bahwa anaknya sangat pandai berlayar, dan mereka tidak pernah terlalu mengkuatirkannya. Bahkan bila Urashima pulang lebih lambat dari yang diharapkan, mereka selalu menunggu kedatangannya tanpa rasa cemas. Mereka mencintai Urashima lebih dari hidup mereka sendiri, dan bangga bahwa dia sangat berani dan lebih kuat dari anak laki-laki tetangganya. Penyu yang terjaringSuatu pagi, Urashima Taro pergi untuk mengambil tangkapan di jaringnya, seperti yang ditebarkannya kemarin malam. Di salah satu jaringnya, diantara ikan yang tertangkap, dia menemukan seekor penyu kecil yang ikut terjerat. Penyu itu di ambilnya dan diletakkannya di dalam perahu sendiri, disimpannya di tempat yang aman, hingga dia dapat membawanya pulang ke rumah. Tetapi dengan kagum, Urashima mendengarkan penyu itu memohon dengan suara yang sangat lirih. "Apa gunanya saya bagi kamu?" tanya penyu itu. "Saya terlalu kecil untuk dimakan, dan terlalu muda hingga butuh waktu yang lama hingga saya menjadi besar. Kasihanilah saya dan kembalikan saya ke laut, karena saya tidak ingin mati." Urashima Taro yang baik hati menaruh belas kasihan paa penyu kecil yang memohon sehingga dia melepaskan kembali penyu kecil itu ke laut. Beberapa tahun setelah kejadian ini, ketika Urashima Taro pergi berlayar terlalu jauh ke tengah laut, badai yang buruk datang menerpa perahunya dan memecahkan perahunya hingga berkeping-keping. Urashima adalah perenang yang sangat baik, dan dia terus berupaya agar dapat sampai ke tepi pantai dengan berenang, tetapi jarak antara dia dan pantai terlalu jauh dan saat itu laut sangat ganas, kekuatannya akhirnya melemah dan dia sudah mulai tenggelam perlahan-lahan. Saat dia menyerah dan berpikir bahwa dia tidak akan pernah bertemu dengan ayahnya lagi, dia mendengar namanya dipanggil dan melihat penyu yang besar berenang ke arahnya. Naiklah kepunggungku," teriak penyu itu, "dan saya akan membawamu menuju daratan." Ketika Urashima Taro telah aman dan duduk di punggung penyu itu, penyu itu lalu melanjutkan kata-katanya: "Saya adalah penyu yang kamu lepas saat saya masih kecil dan tidak berdaya di jaring mu, dan saya sangat senang dapat membalas kebaikanmu." Sebelum mereka tiba di pantai, penyu itu bertanya kepada Urashima Taro bahwa apakah dia ingin melihat kehidupan yang indah yang tersembunyi di bawah laut. Nelayan muda itu membalas bahwa hal itu adalah pengalaman yang akan sangat menyenangkan. Dalam sekejap, mereka berdua menukik ke dalam air yang berwarna hijau. Urashima memegang erat-erat punggung penyu yang membawanya ke kedalaman yang tak terkira. Setelah tiga malam, mereka mencapai dasar laut, dan tiba di tempat yang sangat indah, penuh dengan emas dan kristal. Koral dan mutiara dan berbagai macam batu-batuan berharga membuat matanya menjadi berbinar-binar dan terkagum-kagum, dan apa yang ada di dalam istana tersebut lebih membuat dia terkagum lagi, diterangi dengan sisik-sisik ikan yang bersinar indah. "Ini," kata penyu itu, "Ini adalah istana dewi laut. Saya adalah salah satu pelayan dari putri dewi laut." Sang Putri dan UrashimaPenyu itu kemudian menyampaikan kedatangan Urashima Taro ke sang Putri, dan tidak lama kemudian dia kembali, membawa Urashima ke hadapan sang Putri. Putri dewi laut itu sangat cantik sehingga ketika sang Putri meminta agar Urashima mau tinggal di tempat itu, Urashima langsung menyetujuinya dengan gembira. "Jangan tinggalkan saya, dan kamu akan selalu terlihat muda seperti sekarang, usia tua tidak akan pernah kamu alami," kata sang Putri. Begitulah akhirnya Urashima Taro tinggal di istana bawah laut bersama putri dari Dewi laut. Dia begitu gembira hingga tidak merasa bahwa waktu terus berlalu tanpa terasa. Berapa lama dia disana tak pernah disadarinya. Tetapi suatu hari, dia teringat kepada kedua orangtuanya; dia ingat bahwa orangtuanya mungkin merasa kehilangan dengan ketidakhadirannya. Semakin hari, keinginan untuk pulang terus datang dan bertambah kuat. Pada akhirnya, Urashima mengutarakan maksudnya kepada sang Putri bahwa dia harus pergi menjenguk orangtuanya. Sang Putri menangis sedih dan memohon agar Urashima tidak pergi. "Jika kamu pergi, saya mungkin tidak akan melihatmu lagi," tangis sang Putri. Tetapi keinginan Urashima sangat kuat dan tidak dapat dibujuk lagi. Urashima sangat ingin melihat kedua orangtuanya sekali lagi dan berjanji akan pulang kembali ke istana itu dan tinggal bersama sang Putri selama-lamanya. Sang Putri akhirnya setuju dan memberikan sebuah kotak emas kepadanya dan berpesan agar kotak itu jangan pernah dibuka. "Jika kamu mengindahkan kata-kataku," katanya kembali, "kamu mungkin masih dapat kembali kepadaku. Saat kamu siap, penyuku akan berada disana untuk membawamu, tetapi bila kamu lupa apa yang saya katakan kepadamu, Saya tidak akan pernah dapat menemui kamu lagi." Urashima Taro dengan bersemangat meyakinkan dia bahwa tidak ada satupun di dunia yang dapat memisahkan mereka, dan mengucapkan selamat tinggal. Dengan menunggangi punggung penyu, dengan cepat dia meninggalkan istana jauh dibelakang. Selama tiga hari tiga malam mereka berenang, dan akhirnya penyu itu tiba di tepi pantai dekat rumahnya yang dulu. Dengan bersemangat dia lari ke desa itu dan mencari semua teman-teman lamanya. Semua wajah terlihat asing baginya, bahkan rumahnya pun kelihatan berbeda. Anak-anak yang bermain di pinggir jalan dimana dia pernah tinggal, tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Dia berhenti di depan rumahnya, dengan hati berdebar-debar, dia mengetuk pintu rumah. Terdengar suara musik dari jendela atas dan seorang wanita yang asing baginya membukakan pintu. Wanita itu tidak bisa menjelaskan tentang orangtuanya dan bahkan tidak pernah mendengar nama kedua orangtuanya. Urashima lalu keluar dari rumah tersebut dan menanyai semua orang yang dijumpainya. Tetapi semua yang ditanyai hanya memandanginya dengan curiga. Akhirnya dia menuju ke tanah pekuburan di luar desa. Mencari-cari di antara kuburan yang ada, dan dengan cepat dia menemukan dirinya berdiri di dekat nama yang selama ini dicari-carinya. Tanggal pada batu nisan itu menunjukkan bahwa ayah dan ibunya meninggal tidak lama setelah dia berangkat; dan dia menemukan bahwa dia telah pergi dari rumah itu selama tiga ratus tahun. Dengan penuh kesedihan dia membungkuk untuk menghormati orangtuanya yang terakhir kali dan kembali menuju desanya. Di setiap langkah dia berharap bahwa dia akan terbangun dari mimpinya, tetapi orang-orang yang ditemui dan jalan yang dilalui adalah nyata. Kemudian dia teringat akan sang Putri dan kotak emas yang diberikan kepadanya. Dia berpikir bahwa mungkin saja sang Putri telah menyihirnya, dan kotak ini mempunyai jimat-jimat untuk mematahkan sihir itu. Dengan tidak sabar dia membuka kotak tersebut, dan seberkas asap berwarna ungu keluar meninggalkan kotak yang kosong. Dengan terkejut, dia tersadar melihat tangannya yang langsung menjadi tua dan gemetaran. dia menjadi sadar bahwa kotak tersebut berisi jimat yang menahan dirinya dari proses penuaan selama tiga ratus tahun, dan kotak itu telah kehilangan sihirnya. Dengan ketakutan, dia berlari ke tepi aliran air yang mengalir dari atas gunung, dan melihat bayangan dirinya yang terpantul di air itu adalah bayangan seseorang yang sangat tua. Urashima Taro meninggalDia kembali ke desa itu dengan ketakutan, dan tak ada satu orangpun yang mengenali dia sebagai anak muda yang kuat beberapa jam yang lalu. Dengan kelelahan, dia akhirnya mencapai tepi pantai, dimana dia duduk di atas sebuah batu dan memanggil penyu laut yang membawanya ke istana laut. Tetapi panggilannya sia-sia belaka, penyu itu tidak pernah muncul, dan akhirnya suaranya hilang di telan kematian. Sebelum kematiannya, orang-orang se-desa berkumpul di dekatnya dan mendengarkan ceritanya yang sangat aneh. Lama setelah kejadian itu, orang-orang desa menceritakan kepada anak-anaknya tentang seseorang yang sangat mencintai orangtuanya, meninggalkan istana bawah laut dan seorang Putri yang sangat cantik, dan orang itu bernama Urashima Taro.

Jadilah Kodok

Ada sebuah cerita rakyat Jepang berjudul kira-kira “Jika Orang Melihat, Jadilah Kodok”. Judul ini pun sebenarnya bergantung pada pencerita karena meskipun isinya disampaikan sejak zaman nenek moyang, judulnya bukan merupakan judul resmi. Ada buku cerita yang menyebutkan judulnya “Jadilah Kodok” saja, atau “Jika Dilihat Orang, Jadilah Kodok”, dan variasi lainnya. Salah satu versi bahasa Jepangnya bisa dibaca di sini. Versi yang lebih pendek ada di sini. Sedangkan versi bahasa Indonesia di bawah ini bukan terjemahan langsung, melainkan versi saduran oleh saya. Jika Orang Melihat, Jadilah Kodok Pada zaman dahulu kala di Jepang, ada kuil Budha yang berlokasi di kaki gunung. Kuil itu dijaga oleh seorang pendeta tua dan murid-muridnya. Di antara murid-muridnya, pendeta yang paling mudalah yang paling disayanginya. Mengapa? Karena pendeta termuda itu tidak pernah membantah jika disuruh pergi ke desa guna membelikan sesuatu atau pun menyampaikan surat. Padahal untuk pergi ke desa, ia harus berjalan kaki jauh sekali. Setiap pendeta muda kembali ke kuil setelah menyelesaikan tugasnya di desa, pendeta tua akan memberikan sedikit upah, satu atau dua sen. Pendeta muda itu tentu saja senang sekali. Sepanjang perjalanan pulang, ia sudah tersenyum-senyum membayangkan uang yang akan diterimanya. Hari itu pun, pendeta tua memberikan uang kecil kepada si pendeta muda. “Terima kasih, Bapak Kepala Kuil,” kata si pendeta muda sambil membungkuk-bungkuk penuh rasa syukur. Pendeta tua tersenyum melihat muridnya yang tahu berterima kasih. Uang satu dua sen memang tidak banyak. Bahkan untuk membeli satu tusuk kue dango saja tidak cukup. Tetapi kalau ditabung, lama-lama tentu menjadi banyak. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Begitu pikir si pendeta muda ketika ia memasukkan uang logamnya ke dalam guci tanah liat bertutup kayu. Guci itu dipakainya sebagai pengganti celengan. Benar saja. Suatu hari ketika ia mengangkat guci untuk disimpan, wah, gucinya sudah jadi berat sekali. Pasti jumlahnya sudah banyak. Tiba-tiba ia menjadi takut kalau-kalau guci uangnya dicuri orang. Apa akal? Mula-mula ia menyembunyikan guci itu di sudut dapur. Namun, guci itu ditemukan pendeta temannya yang mengira guci itu guci penyimpan asinan sayur. Untung waktu itu si pendeta muda sempat melihatnya. Kemudian, ia menyembunyikan guci itu di antara guci-guci hiasan. Tetapi lalu ia dimarahi pendeta tua karena ketahuan menaruh guci buruk di antara guci-guci antik koleksi kuil. Akhirnya si pendeta muda mendapat gagasan bagus ketika melihat seekor anjing menguburkan tulang di dalam tanah di sudut halaman. “Kenapa anjing lebih pintar?” pikirnya. Pasti tidak ada yang menyangka kalau ada harta di dalam tanah. Maka suatu malam, ia menggali lubang di dekat rumah lonceng kuil, lalu menguburkan guci uangnya di sana. Belum cukup, si pendeta muda lalu menangkupkan kedua tangannya, dan komat-kamit membaca mantra, ”Wahai, Guci Uang. Kalau orang menemukanmu, jadilah kodok. Kalau aku yang menemukanmu, tetaplah jadi uang.” Mantra itu diulang-ulang berkali-kali sampai ia merasa tenang dan puas. Pendeta kepala menyaksikan perbuatan si pendeta muda dengan menahan tawa. “Pendeta bodoh ini perlu diberi pelajaran,” pikirnya. Timbul pikiran usil di benak pendeta tua. Ketika pendeta muda sudah pergi, pendeta tua menangkap tiga ekor kodok hijau. Kemudian ia menggali guci dari dalam tanah. Semua uang receh yang ada di dalam guci dipindahkannya ke dalam kantong. Lalu, sebagai gantinya, ia memasukkan ketiga ekor kodok ke dalam guci. Keesokan harinya, pendeta tua memanggil pendeta muda untuk disuruh pergi berbelanja ke desa. Sepulangnya si pendeta muda, pendeta tua memberikan kepingan logam satu sen kepadanya. Si pendeta muda dengan hati berbunga-bunga pergi ke dekat rumah lonceng, tempat ia menguburkan gucinya. “Nah ini dia,” ujarnya gembira menemukan guci hartanya. Tetapi, ketika dibuka, “Huwaaa!!!” betapa terkejutnya si pendeta muda. Yang keluar dari guci bukannya uang, tetapi tiga ekor kodok yang gemuk-gemuk! “Kwak kwak! Kwok kwok!” Kodok-kodok itu melompat-lompat ke sana kemari. Apa yang dilakukan si pendeta muda? “Tunggu! Tunggu! Uangku, jangan lari!” teriaknya sambil pontang-panting mengejar kodok-kodok itu. “Ini aku! Bukan orang lain! Kembali! Berubahlah jadi uang lagi! Jangan lari!” Dari tempat tersembunyi, pendeta tua tertawa terbahak-bahak menyaksikan kejadian konyol itu. Lalu bagaimana nasib uang si pendeta muda? Jangan kuatir, setelah itu semuanya dikembalikan utuh kok. Oshimai. γŠγ—γΎγ„。Selesai. refrensi :https://andinirizky.wordpress.com/2010/04/14/cerita-rakyat-jepang-jadilah-kodok/

Nasi goreng udin

Suatu ketika di malam dan dingin. Hujan rintik-rintik disertai kilat menyambar, perut si Udin terasa keroncongan. Meski diterpa gerimis, namun Udin tetap nekad pergi ke tempat tukang nasi goreng yang jaraknya hampir satu kilometer dari rumahnya. Dengan sepeda motor yang tidak bisa dibilang bagus itu, Sepeda motornya tanpa lampu. Tetesan- tetesan gerimis yang menerpa.. Singkat cerita, Udin sampai di tukang nasi goreng yang bukan langganannya lalu memesan satu bungkus untuk dibawa pulang. Udin: "Mas, nasi gorengnya satu ya! Ayamnya yang banyak dan ga pake lama!" Tukang nasi goreng: "Oke, bos. Silahkan duduk dulu." Udin: "Sip!!!" Tukang nasi goreng: "Nasi gorengnya pedas apa engga, bos?" Mendengar pertanyaan itu, si Udin tiba-tiba melotot seperti orang kesurupan. Lalu berkata. Udin: "Mana gue tau, kan gue belum nyicipin!!!" Tukang nasi goreng: "Tuiiiing, Prak!!!" Lempar udin pake piring.