Rabu, 08 Juli 2015

Beginilah Akhirnya

Vina adalah anak yang bisa di bilang paling KECE, CANTIK, dan PINTAR di kelasku. Vina Syifa Az-zahra nama aslinya. Vina mempunyai 2 apartemen yang sangat terkenal di kota ini. Banyak orang yang menyukai Vina. Tetapi, tidak bagiku. Vina yang mempunyai banyak kelebihan itu, menurutku Sombong. Aku tidak suka pada orang yang sombong seperti Vina itu. Aku memiliki 2 sahabat. Kami telah bersahabat sejak TK. Yang pertama namanya Putri. Orangnya baik, cantik, pintar, dan Putri itu sangat senang dengan buku. Jadi dia dijuluki “Kutu Buku”. Yang kedua Rizky. Orangnya baik, ramah, sopan, dan dia adalah kapten tim basket di sekolah. Karena kehebatannya dalam hal basket, Rizky selalu ikut lomba-lomba basket. Hari ini adalah hari ulang tahunnya Vina. Aku tidak suka saat momen-momen seperti ini. Pasti Vina akan sombong sampai membuat hatiku PANAS!. Sejak tadi aku tidak melihat Putri dan Rizky. Akhirnya aku pergi ke Perpustakaan. Tapi, aku malah diperintahkan untuk membawa 6 buku tebal sekaligus. GUBRAK!! “Maaf ya, aku tidak sengaja mari aku bantu,” ada seorang lelaki menabrakku. Nampaknya dia baru di sini. “Ya! Tidak apa-apa. Makasih. Kamu telah menolongku. Namaku Jessica, kelas 7-1.” “Ohh. Namaku Iqbal. Aku baru di sini. Hanya, aku tak tahu aku kelas berapa,” “Tanyakan saja pada Bu Isni, beliau ada di ruang guru. Aku pergi dulu ya, sampai jumpa,” aku langsung berlari. Dan yang tidak pernah ku sangka Iqbal itu satu kelas denganku. Perasaanku mulai enggak enak. Sampai-sampai aku tidak memperhatikan pelajaran sejak tadi. Tak terasa bel pulang sudah berbunyi. Iqbal mendekatiku. Perasaanku mulai dag dig dug. “Rumah kamu di mana Jess?” “Di kompleks Saturnus House blok H2 nomor 27. Kamu sendiri rumahnya di mana?” “Dekat denganmu, blok H3 nomor 35. Kamu pulang sendiri?” “Iya, kan dekat” “Bareng denganku yuk, aku naik sepeda, yaah plisss,” “Oke deh” Aku pulang bersama Iqbal. Ternyata Iqbal orangnya asyik. Tanpa terasa, aku sudah diturunkan di depan rumahku. “Makasih ya, Bal” “Yaa, sama-sama” 2 Minggu kemudian. “Jess, lagi apa?” Tanya Putri tiba-tiba. “Seperti yang kamu lihat” “Lagi galau kah?” “Enggak kok BETE doang” “Jessica!” “Eh Iqbal. Ada apa?” “Boleh bicara sebentar?” “Boleh.” “Jess, sejak aku pernah bonceng kamu naik sepeda, aku merasa…” “Merasa apa?” “Aku suka kamu!” “APAH?” “Iyaah. Beneran. Mau enggak kamu jadi pacar aku?” “Hmmm, gimana yah? Aku akan jawab besok pagi.” “Iyaa enggak apa-apa aku akan tetap menunggu.” Aku melirik Vina yang kelihatannya BETE banget. Entah apa yang ia rasakan. Apakah ia cemburu dengan Iqbal nembak aku? Aku pun bertanya. “Ada apa denganmu Vin?” “Aku… Aku… Aku marah sama kamu! Kamu enak banget di tembak sama Iqbal, ugh, pokoknya kamu penghianat!” “Maafin aku yaa Vin, aku janji aku akan nolak Iqbal demi kamu!” Wajah Vina pun kembali ceria. Esok paginya… “Engngng Iqbal… Aku… Aku…” “Aku nolak kamu! Iya kan? Aku udah tau semuanya Jess, kenapa kamu nolak aku? Katanya kamu enggak suka dengan Vina Si Sombong itu? Kamu itu kenapa sih?” “Maafin aku Bal,” aku pun berlari menuju taman di dekat blok H1 karena di situ selalu sepi. Aku sering ke situ untuk menenangkan diri. “Aku salah! Aku enggak bisa ungkapin perasaan aku sendiri! Aku bodoh!” Aku memarahi diriku sendiri. “Jess” “Hiks… hiks… Ada ap…apa vina?” “Aku… Aku… Aku minta maaf yaaah aku tau kok kamu suka iqbal kan? Yaa sudah. Kamu terima aja. Aku udah ngomong sama Iqbal. Dia itu suka sama kamu sepenuh hatinya. Aku enggak akan pernah cemburu kamu berduaan sama Iqbal. Karena aku sudah punya….” “Tapi, Iqbal enggak akan pernah nembak aku lagi! Aku yakin! Karena aku telah menyakiti hatinya hiks… Hiks… Aaaaaaaaaaa,” aku menangis tak karuan. Vina menenangkan ku, Akhirnya, aku tenang. Walau hati ini sakit seperti di tusuk oleh 5000 paku yang tajam. “Jess, besok kamu datang ke sini yahh, besok hari Minggu pukul 10.00 oke?” “I…i…iyah” Esoknya… “Jess kamu sudah datang. Sekarang pake tutup mata ini yaa, jangan membuka sebelum hitungan sepuluh.” Entah Vina membawaku ke mana. Pokoknya aku bingung. Semoga tidak terjadi apa-apa padaku. Aku terus berdoa. “Jangan pergi dan jangan berbicara yah, sebelum hitungan sepuluh, jangan di buka. Satu… Dua… Tiga… Empat… Lima… Enam… Tujuh… Delapan… Sembilan… Sepuluh!” Lama-lama suara vina tak terdengar. Jangan-jangan dia mengurungku di dalam gudang! Aku pun langsung membuka tutup mata itu. “Jess,” “Bal. Sekarang… ngngngng… Aku… Aku… Aku terima kamu!” “APA?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar